Kamis, 14 Maret 2013

Kumpulan Artikel Dan Contoh Skripsi

Berikut contoh Skripsi dengan judul

“UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF PKN SISWA
SEMESTER I KELAS IX 4 SMP NEGERI I LINGSAR MELALUI PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING
 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada dasarnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)  diprogramkan di SMP/MTs dan SMA/MA bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik. Selanjutnya menurut penjelasan pasal 37 ayat (1) Undang-undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 (Mokhirman, 2009) pembelajaran PKn memiliki tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, (2) berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara serta anti korupsi, (3) berkembang secara positif dan demokkrastis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya (dalam http://.mokhirman.wordpress.com: 04 Januari 2009). Menurut Haryanto (2007: 20) bahwa pembelajaran PKn berfungsi untuk membentuk warga negara secara cerdas dan terampil, berkarakter baik, serta setia kepada bangsa dan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
 Mata pelajaran PKn memiliki ruang lingkup dan karakteristik yang membedakan dengan mata pelajaran yang lain. Ruang lingkup mata pelajaran PKn berdasarkan Peraturan Menteri Pendidkan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 adalah kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi dan nepotisme (Permendiknas No.22 Tahun 2006). Untuk mencapai fungsi dan tujuan tersebut, proses pembelajaran PKn mestinya dapat membantu siswa dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya, baik kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya.
Untuk mengembangkan proses pembelajaran yang mengarah pada pencapaian kompetensi tersebut, maka guru dituntut untuk mengajar secara efektif. Mengajar efektif adalah mengajar yang dapat membawa belajar siswa yang efektif pula. Guru juga seyogyanya menggunakan multi metode pada waktu mengajar. Variasi metode mengakibatkan penyajian bahan pelajaran lebih menarik perhatian siswa, mempermudah siswa dalam belajar, dan kelas menjadi hidup. Metode penyajian yang selalu sama akan membosankan siswa (Slameto, 2010: 92), sehingga dalam proses pembelajaran terjadi interaksi positif antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan siswa dengan lingkungannya.
Namun demikian dalam realitas yang terjadi di lapangan pada mata pelajaran PKn di kelas IX 4 SMP Negeri I Lingsar tidak demikian. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, teridentifikasi beberapa  permasalahan yang terjadi di kelas IX 4 antara lain: (1) Rendahnya partisipasi siswa dalam proses pembelajaran PKn, misalnya ketika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya maupun menjawab. (2) Rendahnya kerjasama siswa pada saat mengerjakan tugas kelompok, misalnya ketika guru memberikan tugas yang harus dikerjakan secara berkelompok, siswa masih enggan untuk bertukar pendapat dengan temannya. (3) Siswa lebih mengandalkan temannya yang lebih pintar dalam mengerjakan tugas kelompok, misalnya ketika siswa mengerjakan tugas dalam kelompoknya, siswa yang lain bermain-main atau mengerjakan hal yang lain dengan tidak membantu temannya untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. (4) Rendahnya rasa tanggung jawab diantara siswa ketika mengerjakan tugas secara berkelompok, misalnya masih banyak siswa yang bermain-main ketika diminta untuk mengerjakan tugas secara berkelompok.
Hal ini terlihat dari hasil ulangan harian siswa, nilai yang diperoleh kelas IX.4 lebih rendah dibandingkan dengan kelas IX yang lainnya, nilai rata-rata yang dicapai adalah 60,4, kelas IX.1 (66,24), kelas IX.2 (65,6), kelas IX.3 (63,24), kelas IX.5 (77,72) dan kelas IX.6 (71,8) (selengkapnya terlampir), sementara kriteria ketuntasan minimum (KKM) yang ditetapkan SMP Negeri I Lingsar untuk mata pelajaran PKn adalah 65. Nilai rata-rata tersebut masih berada di bawah kriteria ketuntasan minimum (KKM).
Jika permasalahan tersebut dibiarkan, maka dikhawatirkan akan berdampak kurang baik terhadap siswa, guru, dan sekolah. Misalnya siswa akan merasa bosan untuk mengikuti proses pembelajaran PKn di kelas karena guru hanya menggunakan metode ceramah dan juga akan mengakibatkan rendahnya hasil belajar kognitif siswa. Sedangkan bagi guru, sulit terjadi interaksi positif dengan siswa apabila guru hanya menggunakan metode ceramah. Keberhasilan proses belajar mengajar pada suatu sekolah akan menggambarkan keberhasilan sekolah baik secara kualitas maupun kuantitas.
Permasalahan yang terjadi di kelas IX 4 disinyalir disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yaitu faktor yang timbul dari dalam diri siswa meliputi: (1) rendahnya motivasi siswa untuk belajar, (2) adanya anggapan yang keliru dari siswa terhadap pelajaran PKn sebagai pelajaran menghafal, (3) rendahnya perhatian siswa pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Faktor ektern yaitu faktor yang timbul dari luar diri siswa meliputi: (1) penggunaan media pembelajaran yang kurang optimal, (2) guru belum menemukan strategi pembelajaran yang tepat yang bisa menantang siswa untuk aktif dan kreatif dalam pembelajaran, (3) peristiwa yang menonjol adalah penggunaan metode pembelajaran yang memposisikan guru sebagai pemeran utama dalam proses pembelajaran yaitu metode ceramah sehingga pembelajaran bersifat kaku dan berpusat pada guru.
Tanpa menafikan faktor-faktor yang lain, kiranya faktor penggunaan metode pembelajaran yang belum optimal dalam pelaksanaan pembelajaran, dirasakan paling dominan sebagai penyebab rendahnya hasil belajar kognitif PKn siswa kelas IX.4 di SMP Negeri 1 Lingsar. Metode pembelajaran seringkali diabaikan oleh guru dalam proses pembelajaran, padahal metode pembelajaran adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan tersebut dapat tercapai secara optimal. Jadi penggunaan metode dalam pembelajaran merupakan salah satu jalan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan metode pembelajaran yang menuntut peran aktif siswa. Pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa ikut aktif dalam proses pembelajaran. Agar siswa belajar lebih aktif, lebih berpartisipasi dalam proses pembelajaran serta mampu berinteraksi satu sama lain, maka guru dituntut untuk lebih aktif dalam menentukan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar sehingga hasil belajar kognitif siswa meningkat  (Lie, 2008: 54).
  Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, terutama untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kooperatif/kerjasama. Tujuan utama penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar siswa dapat belajar secara berkelompok bersama teman- temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok. Model ini juga cenderung memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan hasil belajar siswa (Isjoni, 2009: 21).
Salah satu metode pembelajaran cooperatif learning yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah Snowball Throwing. Selain untuk meningkatkan hasil belajar, keunggulan yang lainnya adalah membuat suasana di kelas menjadi menyenangkan sehingga siswa termotivasi untuk belajar.
Oleh sebab itu, peneliti tertarik mengadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif PKn Siswa Semester I Kelas IX 4 SMP Negeri I Lingsar Melalui Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar kognitif PKn siswa semester I kelas IX 4 SMP Negeri I Lingsar.
C.    Tujuan Penelitian
Sejalan dengan permasalahan yang diajukan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan upaya meningkatkan hasil belajar kognitif PKn siswa semester I kelas IX 4 SMP Negeri I Lingsar melalui penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing.
D.    Manfaat Penelitian
Jika penelitian ini telah dapat mencapai tujuan maka diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak yang terkait yaitu:
1.    Bagi siswa
Penerapan metode snowball throwing memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kerjasama dan interaksi pemikiran antar siswa dalam kegiatan belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.
2.    Bagi Guru PKn
Penerapan metode snowball throwing diharapkan mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar serta memberikan pengalaman yang berharga bagi guru.
3.    Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sebagai bentuk inovasi pembelajaran yang mendukung sistem pembelajaran yang telah ada
4.    Bagi Peneliti
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung kepada peneliti dalam menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Kerangka Teoritik
1.      Tinjauan Tentang Dasar Belajar
a.    Pengertian Belajar
Belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2010:2).
Menurut Suciati dan Irawan, ada banyak teori belajar, setiap teori memiliki konsep atau prinsip-prinsip sendiri tentang belajar yang mempengaruhi bentuk atau model penerapannya dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu setiap teori memiliki kelemahan dan kelebihan. Setiap teori belajar memiliki titik fokus yang menjadi pusat perhatian (Warsita, 2008: 65).
Adapun beberapa teori belajar yang berpengaruh besar dalam proses pembelajaran yaitu, teori belajar behaviorisme, humanisme, kognitivisme dan teori belajar kontruktivisme.
1)      Pengertian Belajar Menurut Teori Behaviorisme
Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan. Teori behaviorisme ini sangat menekankan pada apa yang dilihat yaitu tingkah laku, tidak memperhatikan apa yang terjadi di dalam pikiran manusia. Dengan kata lain lebih menekankan pada hasil belajar dari pada proses belajar (Budiningsih, 2003: 20-21).
Sedangkan beberapa pakar pendidikan mendefinisikan belajar sebagai berikut, (1) menurut Gagne (Suprijono, 2009: 2), belajar adalah prubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. (2) Menurut Travers (Suprijono, 2009: 2), belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku. (3) Menurut Cronbach (Suprijono, 2009: 2), learning is shown by a change in behaviour as a result of experience (belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman).
2)      Pengertian Belajar Menurut Teori Humanisme
Menurut teori humanisme proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia, yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, dan realisasi diri peserta didik yang belajar secara optimal. Proses belajar dianggap berhasil apabila peserta didik telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri, Oleh karena itu, peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha untuk mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori humanisme sangat mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajar itu sendiri. Maka teori ini berupaya untuk menjelaskan konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan dan bentuk proses belajar yang paling ideal.. Dengan demikian teori humanisme ini cenderung bersifat eklektik, artinya memanfaatkan teknik belajar apapun asalkan tujuan belajar peserta didik tercapai (Warsita, 2008: 75).
3)      Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitivisme
Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripad hasil belajarnya. Teori ini berapandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimilki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Teori ini menekankan pada gagasan bahwa suatu situasi saling berhubungan dalam konteks situasi secara keseluruhan. Dengan demikian, belajar melibatkan proses berpikir kompleks dan mementingkan proses belajar (Budiningsih, 2003: 34).
4)      Pengertian Belajar Menurut Teori Kontruktivisme
Belajar menurut teori kontruktivisme adalah suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh peserta didik sendiri. Maka peserta didik harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna sesuatu yang dipelajarinurya. Maka para guru, perancang pembelajaran, dan pengembang program-program pembelajaran ini berperan untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Artinya bahwa mereka perlu mengatur lingkungan belajar agar peserta didik termotivasi untuk belajar. Dengan demikian, para guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya, tetapi membantu para peserta didik untuk membentuk pengetahuannya sendiri (Budinigsih, 2003: 58-59).
b.   Prinsip dan Tujuan Belajar
Selain mengetahui tentang definisi belajar, perlu juga mengetahui prinsip-prinsip dan tujuan belajar itu sendiri. Adapun beberapa prinsip belajar sebagai berikut (Fajar, 2002: 11-12):
1)        Belajar harus berorientasi pada tujuan yang jelas
2)        Proses belajar akan terjadi bila seseorang dihadapkan pada situasi problematis
3)        Belajar dengan pemahaman akan lebih bermakna daripada belajar dengan hafalan
4)        Belajar secara menyeluruh akan lebih berhasil daripada belajar secara terbagi-bagi
5)        Belajar memerlukan kemampuan dalam menangkap intisari pelajaran itu sendiri
6)        Belajar merupakan proses yang kontinyu
7)        Proses belajar memerlukan metode yang tepat
8)        Belajar memerlukan minat dan perhatian siswa
Menurut Hamalik (1994: 73), tujuan belajar adalah sebagai berikut, (1) sejumlah hasil belajar yang menunjukkan siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap baru yang diharapkan tercapai oleh siswa. (2) deskripsi tingkah laku yang tercapai setelah berlangsungnya proses belajar.
Adapun tujuan manusia belajar ada dua, yaitu (Suprijono, 2009: 4-5):
1)   Secara eksplisit, tujuan belajar diusahakan untuk mencapai intrucstional effect yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan.
2)   Tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar instruksional, bentuknya berupa kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis.
c.    Pengertian Hasil Belajar Menurut Beberapa Teori Belajar
Di samping tinjauan tentang belajar, keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari segi hasil. Asumsi dasar ialah proses pembelajaran yang optimal memungkinkan hasil belajar yang optimal pula. Ada korelasi antara proses pembelajaran dengan hasil yang dicapai. Makin besar usaha untuk menciptakan kondisi proses pembelajaran, makin tinggi pula hasil atau produk yang dicapai siswa.
 Berikut ini pengertian hasil belajar menurut teori behaviorisme, kognitivisme, kontruktivisme:
1)  Hasil Belajar Menurut Teori Behaviorisme
                    Menurut teori behaviorisme hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa setelah terjadi proses pembelajaran. Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian, walaupun ia sudah berusaha giat dan gurunyapun sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian maka ia belum dianggap belajar karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Menurut Thorndike  hasil belajar adalah perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan pembelajaran itu dapat berujung konkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak diamati (Budiningsih, 2003: 21).
Tujuan yang ditekankan dalam teori ini adalah penambahan pengetahuan yaitu siswa dituntut untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
2)  Hasil Belajar Menurut Teori Kognitivisme
Hakekat belajar menurut teori kognitivisme dijelaskan sebagai  suatu aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi. Hasil belajar menurut teori ini adalah bagaimana siswa mengatur stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pengalaman - pengalaman sebelumnya. Teori ini juga menekankan bahwa hasil belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak.
3)  Hasil Belajar Menurut Teori Kontruktivisme
Hasil belajar menurut teori ini adalah kemampuan siswa dalam mencari dan merumuskan sendiri pengetahuannya dalam proses pembelajaran, dimana siswa mengkaitkan pengetahuannya dengan kehidupan nyata. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari (Sardiman, 2005: 38). 
Merujuk pemikiran Gegno dalam (Suprijono, 2009: 5-6) hasil belajar berupa:
a.    Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis
b.   Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempersentasikan konsep dan lambang
c.    Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitif nya sendiri
d.   Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani
e.    Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penelitian terhadap objek tersebut
Menurut Bloom (Suprijono: 2009), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan), dan evaluation (menilai). Ranah kognitif paling banyak dinilai oleh guru karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran (Sudjana, 2005: 22). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik mencakup keterarmapilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Menurut Sudjana (2009: 50), ada enam tipe hasil belajar bidang kognitif yaitu:
a.    Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge)
Cakupan dalam pengetahuan hafalan termasuk pula pengetahuan yang sifatnya faktual, disamping pengetahuan yang mengenai hal-hal yang perlu diingat kembali seperti batasan, peristilahan, pasal, hukum, bab, ayat, rumus dan lain-lain.
b.   Tipe hasil belajar pemahaman (comprehension)
Tipe hasil belajar pemahaman lebih tinggi satu tingkat dari tipe hasil belajar pengetahuan hafalan. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari ssesuatu konsep. Untuk itu, maka diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut. Kaat-kata operasional untuk merumuskan tujuan intruksional dalam bidang pemahaman, antara lain; membedakan, menjelaskan, meramalkan, menafsirkan, memberi contoh, menuliskan kembali.
c.    Tipe hasil belajar penerapan (aplication)
Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabstraksi suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi baru. Tingkah laku operasional untuk merumuskan tujuan instruksional biasanya menggunakan kata-kata; mendemonstrasikan, mengubah, menunjukkan proses, memodifikasi, mengurutkan, dan lain-lain.
d.   Tipe hasil belajar analisis
Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurai suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti, atau mempunyai tingkatan/hirarki. Analisis merupakan hasil belajar yang kompleks, yang memanfattkan unsur tipe hasil belajar sebelumnya, yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi. Kemampuan menalar, pada hakikatnya mengandung unsur analisis. Bila kemampuan analisis telah dimiliki seseorang, maka seseorang akan dapat mengkreasikan sesuatu yang baru.
e.    Tipe hasil belajar sintesis
Sintesis adalah lawan analisis. Bila pada analisis tekanan pada kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian yang bermakna, pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas.
f.    Tipe hasil belajar evaluasi
Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya, dan kriteria yang dipakainya. Tipe hail belajar ini dikategorikan paling tinggi, dan terkandung semua tipe hasil belajar yang telah dijelaskan sebelumnya.
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran (http://edukasi.kompasiana.com: 22 Oktober 2010)
Hasil belajar kognitif dalam penelitian ini adalah hasil yang diperoleh oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran melalui  tes tertulis berupa essay yang telah disusun secara terencana pada Standar Kompetensi (SK) partisipasi dalam usaha bela negara dan otonomi daerah.
d.   Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar 
Hasil belajar yang dicapai siswa ditentukan oleh proses pembelajaran yang terjadi (Sudjana, 2009: 39-42) yaitu:
1)        Interaksi Guru dengan Siswa
Proses belajar terjadi di antara guru dengan siswa. Proses tersebut dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Jadi cara belajar siswa juga dipengaruhi oleh relasi dengan gurunya. Di dalam relasi guru dengan siswa yang baik, siswa akan menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik- baiknya. Hal tersebut juga terjadi sebaliknya, jika siswa membenci gurunya, siswa malas mempelajari mata pelajaran yang diberikan oleh guru akibatnya hasil belajarnya rendah.
2)        Interaksi Siswa dengan Siswa
              Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana, tidak akan melihat bahwa dalam kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak sehat. Jiwa kelas tidak terbina, bahkan hubungan masing- masing siswa tidak tampak. Hal ini akan mempengaruhi proses belajar siswa yang merasa tidak nyaman dengan teman sekelasnya yang berujung dengan rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa. 
3)        Interaksi Siswa dengan Sumber Belajar
      Sering kita temukan bahwa guru merupakan satu-satunya sumber belajar di kelas. Situasi ini kurang menunjang kualitas pembelajaran, sehingga hasil belajar yang dicapai siswa tidak optimal. Sekolah harus diusahakan menjadi laboratorium belajar bagi siswa. Artinya sekolah harus menyediakan berbagai sumber belajar seperti buku pelajaran, alat peraga, dan lain-lain.
Sedangkan proses pembelajaran yang mempengaruhi hasil belajar siswa didukung oleh beberapa faktor yaitu:
1)      Siswa
Selain guru, siswa juga merupakan faktor yang menentukan proses pembelajaran. Adapun unsur-unsur yang mempengaruhi siswa dalam mencapai hasil belajar, sebagai berikut:
a)     Motivasi
Motivasi siswa dalam belajar sangat besar pengaruhnya  terhadap hasil belajar yang dicapai. Semakin besar motivasi siswa dalam belajar maka hasil belajar yang dicapai semakin baik.
b)    Inteligensi Siswa
Inteligensi besar pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Siswa yang mempunyai tingkat inteligensi tinggi memperoleh hasil belajar yang baik daripada siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang rendah.
c)     Perhatian
Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak suka lagi belajar.
d)    Bakat
Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pasti ia lebih giat lagi dalam belajarnya.
2)      Guru
Guru adalah sutradara dan sekaligus sebagai aktor dalam proses pembelajaran. Kompetensi profesional yang dimiliki oleh guru sangat mempengaruhi proses pembelajaran. Artinya kemampuan dasar yang dimiliki guru, baik di bidang kognitif (intelektual), seperti penguasaan bahan, bidang sikap seperti mencintai profesinya dan bidang perilaku seperti keterampilan mengajar, menilai hasil belajar siswa dan lain-lain.
3)      Sumber Belajar
Sumber belajar bagi siswa bukan hanya buku pelajaran yang diperoleh di dalam kelas, tetapi juga bisa diperoleh di luar kelas, seperti buku-buku yang ada diperpustakaan, koran, majalah dan internet. Sumber belajar sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai siswa.
2.Tinjaua Tentang Metode Pembelajaran Kooperatif
A.Pengertian Metode Pembelajaran Kooperatif
Menurut Isjoni (2007: 15) cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin (Isjoni, 2007: 15) cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah belajar. Lie (2008: 17-18) menyebut cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang berstruktur.
Menurut Isjoni (2007: 18) coopertive learning ini bukan bermaksud untuk menggantikan pendekatan kompetitif (persaingan). Nuansa kompetitif dalam kelas akan sangat baik bila diterapkan secara sehat. Pendekatan kooperatif ini adalah sebagai alternatif pilihan mengisi kelemahan kompetisi, yakni hanya sebagian siswa saja yang akan bertambah pintar, sementara yang lainnya semakin tenggelam dalam ketidaktahuannya. Tidak sedikit siswa yang kurang pengetahuannya merasa malu bila kekurangannya di-expose. Kadang-kadang motivasi persaingan akan menjadi kurang sehat bila para murid saling menginginkan agar siswa lainnya tidak mampu, katakanlah dalam menjawab soal yang diberikan guru. Sikap mental inilah yang dirasa perlu untuk mengalami improvement (perbaikan).
B.Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Tiga konsep sentral yang menjadi karateristik cooperative learning sebagaimana dikemukakan Slavin (Isjoni: 21-22), yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
1).Penghargaan Kelompok
Cooperative learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor diatas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu dan saling peduli.
Pertanggungjawaban Individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugasnya lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Cooperative learning menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini siap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik untuk kelompoknya.
Unsur-unsur Dalam Pembelajaran Kooperatif
Menurut Kunandar (2008: 359-360), unsur- unsur pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut:
1)      Saling Ketergantungan Positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan antarsesama. Dengan saling membutuhkan antarsesama, maka mereka merasa saling ketergantungan satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui: (a) Saling ketergantungan pencapaian tujuan, (b) Saling ketergantungan dalam menyelesaikan pekerjaan, (c) Ketergantungan bahan atau sumber untuk menyelesaikan pekerjaan, (d) Saling ketergantungan peran.
2)      Interaksi Tatap Muka
Interaksi tatap muka menuntut siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi tatap muka memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar menjadi bervariasi. Dengan interaksi ini diharapkan akan memudahkan dan membantu siswa dalam mempelajari suatu materi atau konsep.
3)      Akuntabilitas Individual
Meskipun pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok, tetapi penilaian dalam rangka mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap suatu materi pelajaran dilakukan secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan.
4)      Keterampilan Menjalin Hubungan Antarpribadi
Pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan keterampilan menjalin hubungan pribadi. Hal ini terjadi karena dalam pembelajaran kooperatif ditekankan aspek- aspek tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik orangnya, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagi sifat positif lainnya.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Ide utama dari belajar kooperatif adalah siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi.
Johnson & Johnson (Trianto, 2009: 57), menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara berkelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu tim, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.
Menurut Zamroni (Trianto, 2009: 57-59) manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa. Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.
Pada dasarnya model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim (Isjoni, 2007: 27-28),yaitu:
Hasil belajar kelompok
Dalam cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami  konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
a.       Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model cooperative learning adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga cooperative learning adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan siswa bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
Langka-langkah Pembelajaran Kooperatif
Menurut Arends (Muslich, 2008: 229-230) terdapat 6 fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim- tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru kepada siswa bekerja sama menyelesaikan tugas mereka. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif, yaitu penyajian hasil akhir kerja kelompok, dan mengevaluasi apa yang mereka pelajari, serta memberi penghargaan terhadap usaha- usaha kelompok maupun individu. Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum pada Tabel 1 berikut ini.
Tinjauan Tentang Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing
Banyak dijumpai di kelas pembelajaran kooperatif tidak berjalan efektif, meskipun guru telah menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif. Diskusi sebagai salah satu mekanisme membangunn kooperatif tidak berjalan efektif karena banyak hal. Diskusi banyak didominasi oleh salah seorang peserta didik yang telah mempunyai skemata tentang apa yang akan dipelajari. Fenomena ini menunjukkan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif membutuhkan persiapan matang. Menurut Suprijono (2009: 102-103) ada dua keterampilan yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran kooperatif yaitu (1) Peserta didik harus sudah memiliki skemata atau pengetahuan awal tentang topik atau materi yang akan dipelajari. (2) Peserta didik sudah harus mempunyai keterampilan bertanya. Keterampilan ini penting sebab pembelajaran kooperatif tidak akan efektif jika peserta didik tidak mempunyai kompetensi bertanya jawab. Tanya jawab merupakan proses transaksi gagasan atau ide intersubjektif dalam rangka membangun pengetahuan. Pembelajaran kooperatif membutuhkan dukungan pengalaman peserta didik baik berupa pengetahuan awal maupun kemampuan bertanya.
Selain siswa harus memiliki pengetahuan awal dan terampil bertanya, kondisi kelas yang menyenangkan juga akan membantu siswa dalam proses pembelajaran, dibandingkan dengan kondisi kelas yang vakum. Dengan adanya beberapa hal ini maka proses pembelajaran kooperatif akan berhasil sehingga dapat membantu siswa meningkatkan hasil belajarnya juga. Salah satu model kooperatif yang membantu siswa untuk terampil bertanya, membuat suasana kelas yang menyenangkan serta membantu siswa memiliki pengetahuan awal adalah metode pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing.
Menurut Suprijono (2009: 128), penerapan tipe snowball throwing dapat dilakukan dengan beberapa langkah antara lain adalah:
a.    Guru menyampaikan materi yang disajikan
b.   Guru membentuk kelompok-kelompok dan membagikan LKS kepada siswa
c.    Memanggil masing- masing ketua kelompok untuk diberikan penjelasan tentang materi.
d.   Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang telah disampaikan oleh guru kepada temannya.
e.    Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
f.    Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebu dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama kurang lebih ± 3 menit.
g.   Setelah siswa dapat satu bola/ satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.
h.   Guru dan siswa secara bersama-sama menyimpulkan materi
i.     Guru memberikan evaluasi berupa tes/quis dalam bentuk essay.
Gambar  1.
Alur tindakan untuk meningkatkan hasil belajar kognitif siswa
Gambar 1 di atas menjelaskan bahwa permasalahan yang terjadi adalah rendahnya hasil belajar PKn siswa, yang disebabkan karena metode pembelajaran yang digunakan oleh guru bersifat monoton, seperti metode ceramah. Oleh sebab itu diperlukan sebuah tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu tindakan yang dapat membantu permasalahan rendahnya hasil belajar PKn siswa adalah dengan menerapkan metode snowball throwing. Metode snowball throwing merupakan salah satu metode pembelajaran cooperative learning. Dalam menerapkan metode ini, dibuat sebuah skema tentang target keberhasilan, skenario pembelajaran dengan menggunakan metode snowball throwing, instrumen penelitian yang berupa lembar observasi untuk guru dan siswa, membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran serta memberikan evaluasi dalam bentuk tes tulis untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar siswa. Penerapan metode snowball throwing ini dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa, karena metode ini bisa membuat siswa menjadi termotivasi dan senang mengikuti belajar PKn.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teoritik dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah jika diterapkan metode pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing yang efektif dalam proses belajar mengajar, maka hasil belajar kognitif PKn siswa semester I kelas IX.4 SMP Negeri I Lingsar  akan meningkat.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yaitu suatu penelitian yang memanfaatkan tindakan nyata untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi di kelas. Pelaksanaan PTK selalu mengandung dua unsur yaitu masalah dan tindakan/intervensi (Depdiknas, 1999).
Menurut Rahmat (2009: 10) suatu kondisi dapat disebut masalah apabila memiliki kriteria sebagai berikut: (1) menjadi masalah bagi sebagian besar siswa, (2) menjadi masalah bagi sebagian besar guru bidang study yang sama. Sedangkan penentuan tindakan/intervensi dalam PTK memenuhi kriteria: (1) dapat dilakukan oleh guru atau siswa, (2) terminal, artinya tidak memakan waktu yang sangat lama, (3) segera dapat dilihat hasilnya, (4) tidak membutuhkan dana dan peralatan yang berlebihan, (5) memiliki kesesuaian dengan masalah yang dihadapi.
Gall Dkk (Rahmat, 2009: 15) Manfaat yang dapat diperoleh dari PTK dapat dilihat pada tiga komponen, yaitu guru, sekolah dan siswa. (1) bagi guru, PTK dapat memperbaiki praktik pengajaran/ layanan di kelas, (2) bagi sekolah, PTK dapat memunculkan inovasi dalam proses pembelajaran yang kemudian berujung pada terjadinya peningkatan kualitas sekolah yang bersangkutan, (3) bagi siswa, PTK merupakan sarana dalam rangka menumbuhkan minat belajar siswa sehingga pada akhirnya siswa mengalami kepuasan dalam proses pembelajar.
B.     Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri I Lingsar pada tanggal 04 Agustus-06 Oktober 2010. Jumlah siswa semester I kelas IX 4 sebanyak 25 orang siswa. Siswa kelas IX 4 terdiri dari 8 siswa perempuan dan 17 siswa laki-laki. Latar belakang kondisi sosial ekonomi siswa berasal dari keluarga menengah ke atas, 12 orang tua siswa PNS dan sebagian orang tua siswa adalah wiraswasta.
C.    Faktor yang Diselidiki
Agar mampu menjawab permasalahan penelitian ini ada beberapa faktor yang diselidiki, yaitu:
1.      Faktor siswa
Dari faktor siswa yang akan diteliti adalah hasil belajar kognitif PKn siswa semester I kelas IX 4  khususnya dalam SK Partisipasi Dalam Usaha Bela Negara dan Otonomi Daerah.
2.      Faktor guru
Selain siswa, guru juga akan menjadi salah satu faktor yang diteliti. Dari faktor guru, yang akan diteliti adalah rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru dan kemampuan guru dalam melaksanakan rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan metode pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing.
3.      Proses Pembelajaran
Selain faktor siswa dan guru, proses pembelajaran yang terjadi juga merupakan faktor yang perlu diteliti. Dari faktor proses pembelajaran yang akan diteliti adalah bagaimana interaksi guru dengan siswa dan interaksi siswa dengan siswa.
D.    Prosedur Penelitian
Secara garis besar terdapat tahapan yang lazim dilalui dalam penelitian tindakan, yakni mencakup kegiatan-kegiatan perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting) (Arikunto dkk, 2008: 16).
Gambar 2. Tahapan dalam Penelitian Tindakan Kelas
Berdasarkan gambar sebelumnya, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Tahap Perencanaan
Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini adalah penyusunan perangkat pembelajaran yang meliputi:
a.       Silabus yang dikembangkan oleh tim guru sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
b.      Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan berdasarkan metode pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing
c.       Bahan ajar yaitu materi yang akan didiskusikan siswa
d.      Lembar Kerja Siswa (LKS) berisi tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh siswa dalam diskusi kelompok
e.       Quis/ tes yaitu instrumen untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa tentang partisipasi dalam usaha bela negara dan otonomi daerah
f.       Pedoman observasi untuk melihat aktivitas siswa dan guru ketika diterapkan metode pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing.
2.      Tahap Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah implementasi rencana tindakan yang telah dibuat pada tahap perencanaan dengan menggunakan metode pembelajaran snowball throwing di kelas IX.4 SMP Negeri 1 Lingsar  untuk meningkatkan hasil belajar kognitif siswa.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a.       Kegiatan Awal (10 menit) dengan rincian sebagai berikut:
Guru melakukan apersepsi dengan memberikan pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa, kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
b.      Kegiatan Inti (60 menit) dengan rincian sebagai berikut:
1)      Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
2)      Guru membentuk kelompok-kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 siswa dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk diberikan penjelasan
3)      Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan kembali materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya
4)      Selanjutnya setiap siswa dalam kelompok diberikan satu lembar kertas kerja untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
5)      Setiap siswa dalam kelompok membuat bola dari kertas yang berisi pertanyaan, kemudian bola kertas tersebut dikumpulkan pada wadah yang telah disediakan oleh guru.
6)      Guru akan memberikan bola kertas kepada setiap siswa dalam kelompok dengan wadah yang berbeda
7)      Bola kertas dilempar dari satu siswa ke siswa yang lainnya selama ± 3 menit
8)      Setiap siswa dalam kelompok mendapatkan satu bola kertas yang berisi satu pertanyaan, siswa tersebut diminta untuk menjawab pertanyaan yang tertulis di dalam bola secara bergantian.
9)      Guru memberikan quiz/ tes pada siswa
c.       Penutup (20 menit) dengan rincian sebagai berikut:
1)      Guru melakukan evaluasi bersama-sama dengan siswa tentang model pembelajaran yang telah diterapkan
2)      Refleksi
3.      Tahap Pengamatan
Observasi dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan tindakan yaitu apakah pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya. Observasi pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan mengisi daftar cek observasi pada saat pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing. Penilaian dilakukan setelah akhir siklus  dengan memberikan test essay yang dikerjakan secara individual untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa.
4.      Tahap Analisis dan Refleksi
Pada tahap ini peneliti bersama guru mengkaji kekurangan dari tindakan yang diberikan. Hal ini dilakukan dengan melihat hasil evaluasi tindakan pada siklus pertama. Jika refleksi ini menunjukkan tindakan siklus pertama belum mencapai indikator kinerja, maka dilakukan revisi terhadap Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Hasil refleksi siklus pertama selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan tindakan siklus kedua, begitu seterusnya sampai masalahnya dapat diatasi.
E.     Data dan Cara Pengumpulan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:
a.      Data aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran dikumpulkan dengan teknik observasi atau pengamatan langsung. Adapun instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah dengan menggunakan metode chek list yang terdiri dari dua option yaitu option ya dan option tidak. Option ya mendapatkan skor (1) dan option tidak mendapatkan skor (0).
b.      Data hasil belajar kognitif siswa. Adapun instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah tes hasil belajar kognitif yang berupa test essay. Test essay yang digunakan adalah essay yang terstruktur. Tes ini diberikan bertujuan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa.
F.     Teknik Analisis Data
Setelah memperoleh data tes hasil belajar kognitif siswa dan data aktivitas siswa dan guru, maka data tersebut dianalisis menggunakan deskriptif kuantitatif yaitu berupa paparan presentase sederhana ketuntasan belajar siswa. Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa digunakan
kriteria berikut:
1.    Ketuntasan belajar siswa
a.    Ketuntasan individu, setiap siswa dalam belajar dikatakan tuntas secara individu apabila siswa mampu memperoleh nilai ≥65 sebagai standar ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh SMP Negeri 1 Lingsar.
b.    Ketuntasan klasikal hasil belajar kognitif siswa yang harus dicapai 85%.
Berdasarkan skor standar maka kriteria untuk menentukan ketuntasan siswa dijabarkan pada Tabel 3.berikut ini:
Tabel 3. Kriteria Tingkat Ketuntasan Siswa
Nilai
Kriteria
80 – 100
Sangat Baik
70 – 79
Baik
65 – 69
Cukup
46 – 64
Kurang
0 – 45
Sangat Kurang
2.    Data pelaksanaan pembelajaran
Penilaian kegiatan guru dan siswa dilakukan melalui observasi langsung dimana guru yang sedang mengajar diobservasi langsung oleh observer yakni guru PKn kelas IX. 4 di SMP Negeri 1 Lingsar. Penilaian aktivitas guru dan siswa menggunakan metode chek list dengan dua option yaitu option ya dan option tidak. Jika ya skornya 1 dan jika tidak skornya 0.
G.    Indikator  Keberhasilan
1.    Penerapan metode snowball throwing dikatakan optimal, jika telah muncul 83% indikator esensial dari variabel tindakan. Indikator snowball throwing terlihat dalam tahap persiapan dan pelaksanaan pembelajaran yang meliputi:
a.    Persiapan
1)   RPP yang sesuai dengan model pembelajaran snowball  throwing
2)   Tersedianya LKS
3)   Tersedianya bola kertas
4)   Tersedianya lembar observasi
b.    Pelaksanaan Metode Snowball Throwing
1)        Guru  menyiapkan LKS untuk siswa yang akan melaksanakan diskusi 
2)        Guru membagi siswa dalam kelompok @ 5 orang
3)        Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok
4)        Setiap kelompok telah menerima LKS sebelum diskusi
5)        Guru menyampaikan tugas – tugas yang harus dikerjakan siswa dalam kelompok
6)        Guru memanggil masing-masing ketua kelompok untuk diberikan penjelasan materi
7)        Setiap siswa membentuk  kelompok sesuai dengan kelompok yang telah dibagikan oleh guru
8)        Ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing dan menjelaskan kembali materi yang diberikan oleh guru kepada anggota kelompoknya
9)        Setiap siswa dalam kelompok melakukan diskusi sesuai LKS yang dibagikan guru
10)    Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru apabila belum mengerti
11)    Setiap siswa dalam kelompok menulis satu pertanyaan dalam lembar kertas kerja sesuai dengan materi yang telah dijelaskan oleh ketua kelompok
12)    Setiap siswa dalam kelompok membuat bola dari kertas yang berisi satu pertanyaan, masing-masing kelompok membuat 5 bola kertas
13)    Bola kertas yang telah dibuat oleh setiap siswa dalam kelompok dikumpulkan dalam wadah yang berbeda sesuai dengan nomor urut kelompok
14)    Guru membagikan bola kertas kepada setiap kelompok tidak sesuai dengan nomor urut kelompok
15)    Guru meminta siswa untuk membuat lingkaran kecil di depan kelas
16)    Bola kertas dilempar dari satu siswa ke siswa lain selama ± 5 menit
17)    Setiap siswa dalam kelompok mendapat satu bola kertas yang berisi satu pertanyaan
18)    Setiap siswa diminta untuk menjawab pertanyaan tertulis yang ada dalam bola kertas secara bergantian
19)    Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau menanggapi materi yang telah dijelaskan
20)    Siswa memberikan pertanyaan atau tanggapan tentang materi yang telah dijelaskan
21)    Siswa dan guru menyimpulkan materi yang telah dibahas
22)    Guru dan siswa memperbaiki kesimpulan yang keliru
23)    Siswa mencatat hasil ringkasan
24)    Guru memberikan quiz/ tes kepada siswa
2.      Hasil belajar siswa meningkat apabila:
·      Kompetensi setiap siswa kelas IX.4 ≥65 dan sedikitnya 85 % dari keseluruhan siswa mampu menguasai SK Partisipasi Dalam Usaha Bela Negara dan Otonomi Daerah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar