“UPAYA
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF PKN SISWA
SEMESTER
I KELAS IX 4 SMP NEGERI I LINGSAR MELALUI PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE SNOWBALL
THROWING”
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada dasarnya mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) diprogramkan di
SMP/MTs dan SMA/MA bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik. Selanjutnya
menurut penjelasan pasal 37 ayat (1) Undang-undang No.20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan
untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) 2006 (Mokhirman, 2009) pembelajaran PKn memiliki tujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) berpikir kritis, rasional,
dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, (2) berpartisipasi secara
aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat,berbangsa dan bernegara serta anti korupsi, (3) berkembang secara
positif dan demokkrastis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter
masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya (dalam
http://.mokhirman.wordpress.com: 04 Januari 2009). Menurut Haryanto (2007: 20)
bahwa pembelajaran PKn berfungsi untuk membentuk warga negara secara cerdas dan
terampil, berkarakter baik, serta setia kepada bangsa dan Negara Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Mata pelajaran PKn memiliki ruang lingkup dan
karakteristik yang membedakan dengan mata pelajaran yang lain. Ruang lingkup mata
pelajaran PKn berdasarkan Peraturan Menteri Pendidkan Nasional Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 adalah kesadaran dan wawasan termasuk wawasan
kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak
asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan
gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan
membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi dan nepotisme
(Permendiknas No.22 Tahun 2006). Untuk mencapai fungsi dan tujuan tersebut, proses
pembelajaran PKn mestinya dapat membantu siswa dalam mengembangkan potensi yang
dimilikinya, baik kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya.
Untuk mengembangkan proses pembelajaran
yang mengarah pada pencapaian kompetensi tersebut, maka guru dituntut untuk mengajar
secara efektif. Mengajar efektif adalah mengajar yang dapat membawa belajar
siswa yang efektif pula. Guru juga seyogyanya menggunakan multi metode pada
waktu mengajar. Variasi metode mengakibatkan penyajian bahan pelajaran lebih
menarik perhatian siswa, mempermudah siswa dalam belajar, dan kelas menjadi
hidup. Metode penyajian yang selalu sama akan membosankan siswa (Slameto, 2010:
92), sehingga dalam proses pembelajaran terjadi interaksi positif antara siswa
dengan guru, siswa dengan siswa, dan siswa dengan lingkungannya.
Namun demikian dalam realitas yang
terjadi di lapangan pada mata pelajaran PKn di kelas IX 4 SMP Negeri I Lingsar
tidak demikian. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, teridentifikasi
beberapa permasalahan yang terjadi di
kelas IX 4 antara lain: (1) Rendahnya partisipasi siswa dalam proses
pembelajaran PKn, misalnya ketika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya maupun menjawab. (2) Rendahnya kerjasama siswa pada saat mengerjakan
tugas kelompok, misalnya ketika guru memberikan tugas yang harus dikerjakan
secara berkelompok, siswa masih enggan untuk bertukar pendapat dengan temannya.
(3) Siswa lebih mengandalkan temannya yang lebih pintar dalam mengerjakan tugas
kelompok, misalnya ketika siswa mengerjakan tugas dalam kelompoknya, siswa yang
lain bermain-main atau mengerjakan hal yang lain dengan tidak membantu temannya
untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. (4) Rendahnya rasa tanggung
jawab diantara siswa ketika mengerjakan tugas secara berkelompok, misalnya
masih banyak siswa yang bermain-main ketika diminta untuk mengerjakan tugas
secara berkelompok.
Hal ini terlihat dari hasil ulangan
harian siswa, nilai yang diperoleh kelas IX.4 lebih rendah dibandingkan dengan
kelas IX yang lainnya, nilai rata-rata yang dicapai adalah 60,4, kelas IX.1
(66,24), kelas IX.2 (65,6), kelas IX.3 (63,24), kelas IX.5 (77,72) dan kelas
IX.6 (71,8) (selengkapnya terlampir), sementara kriteria ketuntasan minimum (KKM)
yang ditetapkan SMP Negeri I Lingsar untuk mata pelajaran PKn adalah 65. Nilai
rata-rata tersebut masih berada di bawah kriteria ketuntasan minimum (KKM).
Jika permasalahan tersebut dibiarkan,
maka dikhawatirkan akan berdampak kurang baik terhadap siswa, guru, dan
sekolah. Misalnya siswa akan merasa bosan untuk mengikuti proses pembelajaran
PKn di kelas karena guru hanya menggunakan metode ceramah dan juga akan
mengakibatkan rendahnya hasil belajar kognitif siswa. Sedangkan bagi guru,
sulit terjadi interaksi positif dengan siswa apabila guru hanya menggunakan
metode ceramah. Keberhasilan proses belajar mengajar pada suatu sekolah akan
menggambarkan keberhasilan sekolah baik secara kualitas maupun kuantitas.
Permasalahan yang terjadi di kelas IX 4 disinyalir
disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor
intern yaitu faktor yang timbul dari dalam diri siswa meliputi: (1) rendahnya
motivasi siswa untuk belajar, (2) adanya anggapan yang keliru dari siswa
terhadap pelajaran PKn sebagai pelajaran menghafal, (3) rendahnya perhatian
siswa pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Faktor ektern yaitu
faktor yang timbul dari luar diri siswa meliputi: (1) penggunaan media
pembelajaran yang kurang optimal, (2) guru belum menemukan strategi
pembelajaran yang tepat yang bisa menantang siswa untuk aktif dan kreatif dalam
pembelajaran, (3) peristiwa yang menonjol adalah penggunaan metode pembelajaran
yang memposisikan guru sebagai pemeran utama dalam proses pembelajaran yaitu
metode ceramah sehingga pembelajaran bersifat kaku dan berpusat pada guru.
Tanpa menafikan faktor-faktor yang lain,
kiranya faktor penggunaan metode pembelajaran yang belum optimal dalam
pelaksanaan pembelajaran, dirasakan paling dominan sebagai penyebab rendahnya
hasil belajar kognitif PKn siswa kelas IX.4 di SMP Negeri 1 Lingsar. Metode
pembelajaran seringkali diabaikan oleh guru dalam proses pembelajaran, padahal
metode pembelajaran adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
tersebut dapat tercapai secara optimal. Jadi penggunaan metode dalam
pembelajaran merupakan salah satu jalan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut
diperlukan metode pembelajaran yang menuntut peran aktif siswa. Pembelajaran
akan lebih bermakna jika siswa ikut aktif dalam proses pembelajaran. Agar siswa
belajar lebih aktif, lebih berpartisipasi dalam proses pembelajaran serta mampu
berinteraksi satu sama lain, maka guru dituntut untuk lebih aktif dalam
menentukan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan belajar
mengajar sehingga hasil belajar kognitif siswa meningkat (Lie, 2008: 54).
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran
yang banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada
siswa, terutama untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kooperatif/kerjasama.
Tujuan utama penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar siswa dapat
belajar secara berkelompok bersama teman- temannya dengan cara saling
menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.
Model ini juga cenderung memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan hasil
belajar siswa (Isjoni, 2009: 21).
Salah satu metode pembelajaran cooperatif
learning yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah Snowball
Throwing. Selain untuk meningkatkan hasil belajar, keunggulan yang lainnya
adalah membuat suasana di kelas menjadi menyenangkan sehingga siswa termotivasi
untuk belajar.
Oleh sebab itu, peneliti tertarik mengadakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif
PKn Siswa Semester I Kelas IX 4 SMP Negeri I Lingsar Melalui Penggunaan Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah, maka masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penggunaan
metode pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing yang
efektif untuk meningkatkan hasil belajar kognitif PKn siswa semester I kelas IX
4 SMP Negeri I Lingsar.
C.
Tujuan Penelitian
Sejalan
dengan permasalahan yang diajukan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
menemukan upaya meningkatkan hasil belajar kognitif PKn siswa semester I kelas
IX 4 SMP Negeri I Lingsar melalui penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe
snowball throwing.
D.
Manfaat Penelitian
Jika
penelitian ini telah dapat mencapai tujuan maka diharapkan dapat bermanfaat
bagi beberapa pihak yang terkait yaitu:
1.
Bagi siswa
Penerapan
metode snowball throwing memberikan kesempatan kepada siswa untuk
melatih kerjasama dan interaksi pemikiran antar siswa dalam kegiatan belajar
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.
2.
Bagi Guru PKn
Penerapan
metode snowball throwing diharapkan mampu memperbaiki dan meningkatkan
kualitas proses belajar mengajar serta memberikan pengalaman yang berharga bagi
guru.
3.
Bagi Sekolah
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sebagai bentuk
inovasi pembelajaran yang mendukung sistem pembelajaran yang telah ada
4.
Bagi Peneliti
Melalui
penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung kepada peneliti
dalam menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kerangka Teoritik
1.
Tinjauan Tentang Dasar
Belajar
a.
Pengertian Belajar
Belajar merupakan proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya (Slameto, 2010: 2010:2).
Menurut Suciati dan Irawan, ada banyak teori
belajar, setiap teori memiliki konsep atau prinsip-prinsip sendiri tentang
belajar yang mempengaruhi bentuk atau model penerapannya dalam kegiatan
pembelajaran. Selain itu setiap teori memiliki kelemahan dan kelebihan. Setiap
teori belajar memiliki titik fokus yang menjadi pusat perhatian (Warsita, 2008:
65).
Adapun beberapa teori belajar yang
berpengaruh besar dalam proses pembelajaran yaitu, teori belajar behaviorisme, humanisme,
kognitivisme dan teori belajar kontruktivisme.
1)
Pengertian Belajar Menurut
Teori Behaviorisme
Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari adanya stimulus dan respon. Dengan kata lain
belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah
apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan
dikurangi (negative reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan. Teori
behaviorisme ini sangat menekankan pada apa yang dilihat yaitu tingkah laku,
tidak memperhatikan apa yang terjadi di dalam pikiran manusia. Dengan kata lain
lebih menekankan pada hasil belajar dari pada proses belajar (Budiningsih, 2003:
20-21).
Sedangkan beberapa pakar pendidikan
mendefinisikan belajar sebagai berikut, (1) menurut Gagne (Suprijono, 2009: 2),
belajar adalah prubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui
aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses
pertumbuhan seseorang secara alamiah. (2) Menurut Travers (Suprijono, 2009: 2),
belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku. (3) Menurut
Cronbach (Suprijono, 2009: 2), learning is shown by a change in behaviour as
a result of experience (belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil
dari pengalaman).
2)
Pengertian Belajar
Menurut Teori Humanisme
Menurut teori humanisme proses belajar harus dimulai
dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia, yaitu mencapai
aktualisasi diri, pemahaman diri, dan realisasi diri peserta didik yang belajar
secara optimal. Proses belajar dianggap berhasil apabila peserta didik telah
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri, Oleh karena itu, peserta didik
dalam proses belajarnya harus berusaha untuk mampu mencapai aktualisasi diri
secara optimal. Teori humanisme sangat mementingkan isi yang dipelajari
daripada proses belajar itu sendiri. Maka teori ini berupaya untuk menjelaskan
konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan dan bentuk
proses belajar yang paling ideal.. Dengan demikian teori humanisme ini
cenderung bersifat eklektik, artinya memanfaatkan teknik belajar apapun asalkan
tujuan belajar peserta didik tercapai (Warsita, 2008: 75).
3)
Pengertian Belajar
Menurut Teori Kognitivisme
Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar
behavioristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripad
hasil belajarnya. Teori ini berapandangan bahwa belajar merupakan suatu proses
internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan
aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan
proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain
mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur
kognitif yang sudah dimilki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang
berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Teori ini
menekankan pada gagasan bahwa suatu situasi saling berhubungan dalam konteks
situasi secara keseluruhan. Dengan demikian, belajar melibatkan proses berpikir
kompleks dan mementingkan proses belajar (Budiningsih, 2003: 34).
4)
Pengertian Belajar
Menurut Teori Kontruktivisme
Belajar menurut teori kontruktivisme adalah suatu
proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh peserta
didik sendiri. Maka peserta didik harus aktif melakukan kegiatan, aktif
berpikir, menyusun konsep dan memberi makna sesuatu yang dipelajarinurya. Maka
para guru, perancang pembelajaran, dan pengembang program-program pembelajaran
ini berperan untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar.
Artinya bahwa mereka perlu mengatur lingkungan belajar agar peserta didik
termotivasi untuk belajar. Dengan demikian, para guru tidak mentransferkan
pengetahuan yang dimilikinya, tetapi membantu para peserta didik untuk
membentuk pengetahuannya sendiri (Budinigsih, 2003: 58-59).
b.
Prinsip dan Tujuan
Belajar
Selain mengetahui tentang definisi
belajar, perlu juga mengetahui prinsip-prinsip dan tujuan belajar itu sendiri. Adapun
beberapa prinsip belajar sebagai berikut (Fajar, 2002: 11-12):
1)
Belajar harus
berorientasi pada tujuan yang jelas
2)
Proses belajar akan
terjadi bila seseorang dihadapkan pada situasi problematis
3)
Belajar dengan
pemahaman akan lebih bermakna daripada belajar dengan hafalan
4)
Belajar secara
menyeluruh akan lebih berhasil daripada belajar secara terbagi-bagi
5)
Belajar memerlukan
kemampuan dalam menangkap intisari pelajaran itu sendiri
6)
Belajar merupakan
proses yang kontinyu
7)
Proses belajar
memerlukan metode yang tepat
8)
Belajar memerlukan
minat dan perhatian siswa
Menurut Hamalik (1994: 73), tujuan
belajar adalah sebagai berikut, (1) sejumlah hasil belajar yang menunjukkan
siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan,
keterampilan, dan sikap-sikap baru yang diharapkan tercapai oleh siswa. (2)
deskripsi tingkah laku yang tercapai setelah berlangsungnya proses belajar.
Adapun tujuan manusia belajar ada dua,
yaitu (Suprijono, 2009: 4-5):
1)
Secara eksplisit,
tujuan belajar diusahakan untuk mencapai intrucstional effect yang biasa
berbentuk pengetahuan dan keterampilan.
2)
Tujuan belajar sebagai
hasil yang menyertai tujuan belajar instruksional, bentuknya berupa kemampuan
berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis.
c.
Pengertian Hasil
Belajar Menurut Beberapa Teori Belajar
Di samping tinjauan tentang
belajar, keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari segi hasil. Asumsi dasar
ialah proses pembelajaran yang optimal memungkinkan hasil belajar yang optimal
pula. Ada korelasi antara proses pembelajaran dengan hasil yang dicapai. Makin
besar usaha untuk menciptakan kondisi proses pembelajaran, makin tinggi pula
hasil atau produk yang dicapai siswa.
Berikut ini pengertian hasil belajar menurut
teori behaviorisme, kognitivisme, kontruktivisme:
1)
Hasil Belajar Menurut Teori Behaviorisme
Menurut teori behaviorisme hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku siswa setelah terjadi proses
pembelajaran. Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian, walaupun ia
sudah berusaha giat dan gurunyapun sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika
anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian maka ia belum
dianggap belajar karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai
hasil belajar. Menurut Thorndike hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan pembelajaran itu
dapat berujung konkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang
tidak diamati (Budiningsih, 2003: 21).
Tujuan yang
ditekankan dalam teori ini adalah penambahan pengetahuan yaitu siswa dituntut
untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk
laporan, kuis, atau tes.
2) Hasil Belajar Menurut Teori Kognitivisme
Hakekat belajar menurut teori
kognitivisme dijelaskan sebagai suatu
aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi. Hasil
belajar menurut teori ini adalah bagaimana siswa mengatur stimulus yang
diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah terbentuk di dalam
pikiran seseorang berdasarkan pengalaman - pengalaman sebelumnya. Teori ini
juga menekankan bahwa hasil belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman
yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak.
3) Hasil Belajar Menurut Teori Kontruktivisme
Hasil belajar menurut teori ini adalah
kemampuan siswa dalam mencari dan merumuskan sendiri pengetahuannya dalam
proses pembelajaran, dimana siswa mengkaitkan pengetahuannya dengan kehidupan
nyata. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa,
tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang
dipelajari (Sardiman, 2005: 38).
Merujuk pemikiran Gegno dalam (Suprijono,
2009: 5-6) hasil belajar berupa:
a.
Informasi verbal yaitu kapabilitas
mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis
b.
Keterampilan
intelektual yaitu kemampuan mempersentasikan konsep dan lambang
c.
Strategi kognitif yaitu
kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitif nya sendiri
d.
Keterampilan motorik
yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan
koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani
e.
Sikap adalah kemampuan
menerima atau menolak objek berdasarkan penelitian terhadap objek tersebut
Menurut Bloom (Suprijono: 2009), hasil
belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif
adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension
(pemahaman, menjelaskan, meringkas), application (menerapkan), analysis
(menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,
merencanakan), dan evaluation (menilai). Ranah kognitif paling banyak
dinilai oleh guru karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai
isi bahan pengajaran (Sudjana, 2005: 22). Domain afektif adalah receiving
(sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing
(nilai), organization (organisasi), characterization
(karakterisasi). Domain psikomotorik mencakup keterarmapilan produktif, teknik,
fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Menurut Sudjana (2009: 50), ada enam
tipe hasil belajar bidang kognitif yaitu:
a.
Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge)
Cakupan dalam pengetahuan hafalan termasuk pula
pengetahuan yang sifatnya faktual, disamping pengetahuan yang mengenai hal-hal
yang perlu diingat kembali seperti batasan, peristilahan, pasal, hukum, bab,
ayat, rumus dan lain-lain.
b.
Tipe hasil belajar pemahaman (comprehension)
Tipe hasil belajar pemahaman lebih tinggi satu
tingkat dari tipe hasil belajar pengetahuan hafalan. Pemahaman memerlukan
kemampuan menangkap makna atau arti dari ssesuatu konsep. Untuk itu, maka
diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang ada
dalam konsep tersebut. Kaat-kata operasional untuk merumuskan tujuan
intruksional dalam bidang pemahaman, antara lain; membedakan, menjelaskan,
meramalkan, menafsirkan, memberi contoh, menuliskan kembali.
c.
Tipe hasil belajar penerapan (aplication)
Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabstraksi
suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi baru. Tingkah laku operasional
untuk merumuskan tujuan instruksional biasanya menggunakan kata-kata;
mendemonstrasikan, mengubah, menunjukkan proses, memodifikasi, mengurutkan, dan
lain-lain.
d.
Tipe hasil belajar analisis
Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurai suatu
integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti, atau
mempunyai tingkatan/hirarki. Analisis merupakan hasil belajar yang kompleks,
yang memanfattkan unsur tipe hasil belajar sebelumnya, yakni pengetahuan,
pemahaman, aplikasi. Kemampuan menalar, pada hakikatnya mengandung unsur
analisis. Bila kemampuan analisis telah dimiliki seseorang, maka seseorang akan
dapat mengkreasikan sesuatu yang baru.
e.
Tipe hasil belajar sintesis
Sintesis adalah lawan analisis. Bila pada analisis
tekanan pada kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian yang
bermakna, pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi
satu integritas.
f.
Tipe hasil belajar evaluasi
Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan
tentang nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya, dan
kriteria yang dipakainya. Tipe hail belajar ini dikategorikan paling tinggi,
dan terkandung semua tipe hasil belajar yang telah dijelaskan sebelumnya.
Tipe hasil belajar kognitif lebih
dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil
belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian
dalam proses pembelajaran (http://edukasi.kompasiana.com:
22 Oktober 2010)
Hasil belajar kognitif dalam penelitian
ini adalah hasil yang diperoleh oleh siswa setelah mengikuti proses
pembelajaran melalui tes tertulis berupa
essay yang telah disusun secara terencana pada Standar Kompetensi (SK) partisipasi
dalam usaha bela negara dan otonomi daerah.
d.
Faktor yang
Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa
ditentukan oleh proses pembelajaran yang terjadi (Sudjana, 2009: 39-42) yaitu:
1)
Interaksi Guru dengan Siswa
Proses
belajar terjadi di antara guru dengan siswa. Proses tersebut dipengaruhi oleh
relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Jadi cara belajar siswa juga
dipengaruhi oleh relasi dengan gurunya. Di dalam relasi guru dengan siswa yang
baik, siswa akan menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang
diberikannya sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik- baiknya. Hal tersebut
juga terjadi sebaliknya, jika siswa membenci gurunya, siswa malas mempelajari
mata pelajaran yang diberikan oleh guru akibatnya hasil belajarnya rendah.
2)
Interaksi Siswa dengan Siswa
Guru yang kurang mendekati siswa
dan kurang bijaksana, tidak akan melihat bahwa dalam kelas ada grup yang saling
bersaing secara tidak sehat. Jiwa kelas tidak terbina, bahkan hubungan masing-
masing siswa tidak tampak. Hal ini akan mempengaruhi proses belajar siswa yang
merasa tidak nyaman dengan teman sekelasnya yang berujung dengan rendahnya
hasil belajar yang dicapai siswa.
3)
Interaksi Siswa dengan Sumber Belajar
Sering kita temukan bahwa guru merupakan
satu-satunya sumber belajar di kelas. Situasi ini kurang menunjang kualitas
pembelajaran, sehingga hasil belajar yang dicapai siswa tidak optimal. Sekolah
harus diusahakan menjadi laboratorium belajar bagi siswa. Artinya sekolah harus
menyediakan berbagai sumber belajar seperti buku pelajaran, alat peraga, dan
lain-lain.
Sedangkan proses pembelajaran yang
mempengaruhi hasil belajar siswa didukung oleh beberapa faktor yaitu:
1)
Siswa
Selain
guru, siswa juga merupakan faktor yang menentukan proses pembelajaran. Adapun
unsur-unsur yang mempengaruhi siswa dalam mencapai hasil belajar, sebagai
berikut:
a)
Motivasi
Motivasi siswa dalam belajar
sangat besar pengaruhnya terhadap hasil
belajar yang dicapai. Semakin besar motivasi siswa dalam belajar maka hasil
belajar yang dicapai semakin baik.
b)
Inteligensi Siswa
Inteligensi
besar pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Siswa yang mempunyai
tingkat inteligensi tinggi memperoleh hasil belajar yang baik daripada siswa
yang mempunyai tingkat inteligensi yang rendah.
c)
Perhatian
Untuk dapat menjamin hasil
belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang
dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka
timbullah kebosanan, sehingga ia tidak suka lagi belajar.
d)
Bakat
Jika
bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil
belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pasti ia lebih giat lagi
dalam belajarnya.
2)
Guru
Guru
adalah sutradara dan sekaligus sebagai aktor dalam proses pembelajaran.
Kompetensi profesional yang dimiliki oleh guru sangat mempengaruhi proses
pembelajaran. Artinya kemampuan dasar yang dimiliki guru, baik di bidang
kognitif (intelektual), seperti penguasaan bahan, bidang sikap seperti
mencintai profesinya dan bidang perilaku seperti keterampilan mengajar, menilai
hasil belajar siswa dan lain-lain.
3)
Sumber Belajar
Sumber
belajar bagi siswa bukan hanya buku pelajaran yang diperoleh di dalam kelas,
tetapi juga bisa diperoleh di luar kelas, seperti buku-buku yang ada diperpustakaan,
koran, majalah dan internet. Sumber belajar sangat berpengaruh terhadap hasil
belajar yang dicapai siswa.
2.Tinjaua Tentang Metode
Pembelajaran Kooperatif
A.Pengertian Metode Pembelajaran
Kooperatif
Menurut Isjoni (2007:
15) cooperative learning berasal dari kata cooperative yang
artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu
sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin (Isjoni, 2007: 15) cooperative
learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara
kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah belajar. Lie (2008:
17-18) menyebut cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong
royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang berstruktur.
Menurut Isjoni (2007: 18) coopertive
learning ini bukan bermaksud untuk menggantikan pendekatan kompetitif
(persaingan). Nuansa kompetitif dalam kelas akan sangat baik bila diterapkan secara
sehat. Pendekatan kooperatif ini adalah sebagai alternatif pilihan mengisi
kelemahan kompetisi, yakni hanya sebagian siswa saja yang akan bertambah
pintar, sementara yang lainnya semakin tenggelam dalam ketidaktahuannya. Tidak
sedikit siswa yang kurang pengetahuannya merasa malu bila kekurangannya
di-expose. Kadang-kadang motivasi persaingan akan menjadi kurang sehat bila
para murid saling menginginkan agar siswa lainnya tidak mampu, katakanlah dalam
menjawab soal yang diberikan guru. Sikap mental inilah yang dirasa perlu untuk
mengalami improvement (perbaikan).
B.Karakteristik
Pembelajaran Kooperatif
Tiga konsep
sentral yang menjadi karateristik cooperative learning sebagaimana
dikemukakan Slavin (Isjoni: 21-22), yaitu penghargaan kelompok,
pertanggungjawaban individu dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
1).Penghargaan Kelompok
Cooperative
learning
menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok.
Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor diatas kriteria yang
ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai
anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling
mendukung, saling membantu dan saling peduli.
Pertanggungjawaban Individu
Keberhasilan kelompok tergantung
dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban
tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu
dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap
anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugasnya lainnya secara mandiri tanpa
bantuan teman sekelompoknya.
Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Cooperative
learning
menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan
peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan
metode skoring ini siap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi
sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik untuk
kelompoknya.
Unsur-unsur Dalam Pembelajaran
Kooperatif
Menurut Kunandar
(2008: 359-360), unsur- unsur pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut:
1)
Saling Ketergantungan Positif
Dalam
pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa
merasa saling membutuhkan antarsesama. Dengan saling membutuhkan antarsesama,
maka mereka merasa saling ketergantungan satu sama lain. Saling ketergantungan
tersebut dapat dicapai melalui: (a) Saling ketergantungan pencapaian tujuan,
(b) Saling ketergantungan dalam menyelesaikan pekerjaan, (c) Ketergantungan
bahan atau sumber untuk menyelesaikan pekerjaan, (d) Saling ketergantungan
peran.
2)
Interaksi Tatap Muka
Interaksi
tatap muka menuntut siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga
mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan
sesama siswa. Interaksi tatap muka memungkinkan para siswa dapat saling menjadi
sumber belajar sehingga sumber belajar menjadi bervariasi. Dengan interaksi ini
diharapkan akan memudahkan dan membantu siswa dalam mempelajari suatu materi
atau konsep.
3)
Akuntabilitas Individual
Meskipun
pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok, tetapi
penilaian dalam rangka mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap suatu
materi pelajaran dilakukan secara individual. Hasil penilaian secara individual
tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota
kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan siapa
anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan.
4)
Keterampilan Menjalin Hubungan
Antarpribadi
Pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan
keterampilan menjalin hubungan pribadi. Hal ini terjadi karena dalam
pembelajaran kooperatif ditekankan aspek- aspek tenggang rasa, sikap sopan
terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik orangnya, berani
mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan
berbagi sifat positif lainnya.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Ide utama dari
belajar kooperatif adalah siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung
jawab pada kemajuan belajar temannya. Belajar kooperatif menekankan pada tujuan
dan kesuksesan kelompok yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok
mencapai tujuan atau penguasaan materi.
Johnson & Johnson (Trianto,
2009: 57), menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah
memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman
baik secara individu maupun secara berkelompok. Karena siswa bekerja dalam
suatu tim, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para
siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan
keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.
Menurut Zamroni (Trianto, 2009:
57-59) manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan
pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di samping itu,
belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa.
Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep
yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.
Pada dasarnya
model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya
tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim (Isjoni, 2007: 27-28),yaitu:
Hasil belajar kelompok
Dalam cooperative learning
meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau
tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini
unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan, model
struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
a.
Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model cooperative
learning adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda
berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang
dan kondisi untuk bekerja saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui
struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga cooperative
learning adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan siswa bekerja sama
dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab
saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
Langka-langkah Pembelajaran
Kooperatif
Menurut Arends (Muslich, 2008:
229-230) terdapat 6 fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan
memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi,
sering dalam bentuk teks verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim- tim
belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru kepada siswa bekerja sama
menyelesaikan tugas mereka. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif, yaitu
penyajian hasil akhir kerja kelompok, dan mengevaluasi apa yang mereka
pelajari, serta memberi penghargaan terhadap usaha- usaha kelompok maupun
individu. Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum pada Tabel 1 berikut
ini.
Tinjauan Tentang Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe
Snowball Throwing
Banyak dijumpai
di kelas pembelajaran kooperatif tidak berjalan efektif, meskipun guru telah
menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif. Diskusi sebagai salah satu
mekanisme membangunn kooperatif tidak berjalan efektif karena banyak hal.
Diskusi banyak didominasi oleh salah seorang peserta didik yang telah mempunyai
skemata tentang apa yang akan dipelajari. Fenomena ini menunjukkan bahwa
penggunaan pembelajaran kooperatif membutuhkan persiapan matang. Menurut
Suprijono (2009: 102-103) ada dua keterampilan yang harus dimiliki siswa dalam
pembelajaran kooperatif yaitu (1) Peserta didik harus sudah memiliki skemata
atau pengetahuan awal tentang topik atau materi yang akan dipelajari. (2) Peserta
didik sudah harus mempunyai keterampilan bertanya. Keterampilan ini penting
sebab pembelajaran kooperatif tidak akan efektif jika peserta didik tidak
mempunyai kompetensi bertanya jawab. Tanya jawab merupakan proses transaksi
gagasan atau ide intersubjektif dalam rangka membangun pengetahuan.
Pembelajaran kooperatif membutuhkan dukungan pengalaman peserta didik baik
berupa pengetahuan awal maupun kemampuan bertanya.
Selain siswa
harus memiliki pengetahuan awal dan terampil bertanya, kondisi kelas yang
menyenangkan juga akan membantu siswa dalam proses pembelajaran, dibandingkan
dengan kondisi kelas yang vakum. Dengan adanya beberapa hal ini maka proses
pembelajaran kooperatif akan berhasil sehingga dapat membantu siswa
meningkatkan hasil belajarnya juga. Salah satu model kooperatif yang membantu
siswa untuk terampil bertanya, membuat suasana kelas yang menyenangkan serta
membantu siswa memiliki pengetahuan awal adalah metode pembelajaran kooperatif
tipe snowball throwing.
Menurut Suprijono
(2009: 128), penerapan tipe snowball throwing dapat dilakukan dengan
beberapa langkah antara lain adalah:
a.
Guru menyampaikan
materi yang disajikan
b.
Guru membentuk
kelompok-kelompok dan membagikan LKS kepada siswa
c.
Memanggil masing- masing
ketua kelompok untuk diberikan penjelasan tentang materi.
d.
Masing-masing ketua
kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang
telah disampaikan oleh guru kepada temannya.
e.
Kemudian masing-masing
siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa
saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
f.
Kemudian kertas yang
berisi pertanyaan tersebu dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke
siswa yang lain selama kurang lebih ± 3 menit.
g.
Setelah siswa dapat
satu bola/ satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab
pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara
bergantian.
h.
Guru dan siswa secara
bersama-sama menyimpulkan materi
i.
Guru memberikan evaluasi
berupa tes/quis dalam bentuk essay.
Gambar 1.
Alur
tindakan untuk meningkatkan hasil belajar kognitif siswa
Gambar
1 di atas menjelaskan bahwa permasalahan yang terjadi adalah rendahnya hasil
belajar PKn siswa, yang disebabkan karena metode pembelajaran yang digunakan
oleh guru bersifat monoton, seperti metode ceramah. Oleh sebab itu diperlukan
sebuah tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu tindakan yang
dapat membantu permasalahan rendahnya hasil belajar PKn siswa adalah dengan
menerapkan metode snowball throwing. Metode snowball throwing
merupakan salah satu metode pembelajaran cooperative learning. Dalam
menerapkan metode ini, dibuat sebuah skema tentang target keberhasilan,
skenario pembelajaran dengan menggunakan metode snowball throwing,
instrumen penelitian yang berupa lembar observasi untuk guru dan siswa, membuat
rancangan pelaksanaan pembelajaran serta memberikan evaluasi dalam bentuk tes
tulis untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar siswa. Penerapan metode snowball
throwing ini dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa, karena metode ini
bisa membuat siswa menjadi termotivasi dan senang mengikuti belajar PKn.
Hipotesis
Tindakan
Berdasarkan
kerangka teoritik dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian ini
adalah jika diterapkan metode pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing
yang efektif dalam proses belajar mengajar, maka hasil belajar kognitif PKn
siswa semester I kelas IX.4 SMP Negeri I Lingsar akan meningkat.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)
yaitu suatu penelitian yang memanfaatkan tindakan nyata untuk mengatasi
berbagai masalah yang terjadi di kelas. Pelaksanaan PTK selalu mengandung dua
unsur yaitu masalah dan tindakan/intervensi (Depdiknas, 1999).
Menurut
Rahmat (2009: 10) suatu kondisi dapat disebut masalah apabila memiliki kriteria
sebagai berikut: (1) menjadi masalah bagi sebagian besar siswa, (2) menjadi
masalah bagi sebagian besar guru bidang study yang sama. Sedangkan penentuan
tindakan/intervensi dalam PTK memenuhi kriteria: (1) dapat dilakukan oleh guru
atau siswa, (2) terminal, artinya tidak memakan waktu yang sangat lama, (3)
segera dapat dilihat hasilnya, (4) tidak membutuhkan dana dan peralatan yang
berlebihan, (5) memiliki kesesuaian dengan masalah yang dihadapi.
Gall
Dkk (Rahmat, 2009: 15) Manfaat yang dapat diperoleh dari PTK dapat dilihat pada
tiga komponen, yaitu guru, sekolah dan siswa. (1) bagi guru, PTK dapat
memperbaiki praktik pengajaran/ layanan di kelas, (2) bagi sekolah, PTK dapat
memunculkan inovasi dalam proses pembelajaran yang kemudian berujung pada
terjadinya peningkatan kualitas sekolah yang bersangkutan, (3) bagi siswa, PTK
merupakan sarana dalam rangka menumbuhkan minat belajar siswa sehingga pada
akhirnya siswa mengalami kepuasan dalam proses pembelajar.
B.
Tempat, Waktu dan
Subjek Penelitian
Penelitian
Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri I Lingsar pada tanggal 04
Agustus-06 Oktober 2010. Jumlah siswa semester I kelas IX 4 sebanyak 25 orang
siswa. Siswa kelas IX 4 terdiri dari 8 siswa perempuan dan 17 siswa laki-laki. Latar
belakang kondisi sosial ekonomi siswa berasal dari keluarga menengah ke atas,
12 orang tua siswa PNS dan sebagian orang tua siswa adalah wiraswasta.
C.
Faktor yang Diselidiki
Agar
mampu menjawab permasalahan penelitian ini ada beberapa faktor yang diselidiki,
yaitu:
1.
Faktor siswa
Dari
faktor siswa yang akan diteliti adalah hasil belajar kognitif PKn siswa
semester I kelas IX 4 khususnya dalam SK
Partisipasi Dalam Usaha Bela Negara dan Otonomi Daerah.
2.
Faktor guru
Selain siswa, guru juga akan
menjadi salah satu faktor yang diteliti. Dari faktor guru, yang akan diteliti
adalah rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru dan kemampuan
guru dalam melaksanakan rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan metode
pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing.
3.
Proses Pembelajaran
Selain faktor siswa dan guru,
proses pembelajaran yang terjadi juga merupakan faktor yang perlu diteliti.
Dari faktor proses pembelajaran yang akan diteliti adalah bagaimana interaksi
guru dengan siswa dan interaksi siswa dengan siswa.
D.
Prosedur Penelitian
Secara
garis besar terdapat tahapan yang lazim dilalui dalam penelitian tindakan,
yakni mencakup kegiatan-kegiatan perencanaan (planning), tindakan (action),
pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting) (Arikunto dkk, 2008:
16).

Berdasarkan gambar sebelumnya, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Tahap Perencanaan
Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini
adalah penyusunan perangkat pembelajaran yang meliputi:
a.
Silabus yang dikembangkan oleh tim guru sesuai dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
b.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan
berdasarkan metode pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing
c.
Bahan ajar yaitu materi yang akan didiskusikan siswa
d.
Lembar Kerja Siswa (LKS) berisi tugas-tugas yang harus
diselesaikan oleh siswa dalam diskusi kelompok
e.
Quis/ tes yaitu instrumen untuk mengetahui hasil belajar
kognitif siswa tentang partisipasi dalam usaha bela negara dan otonomi daerah
f.
Pedoman observasi untuk melihat aktivitas siswa dan guru
ketika diterapkan metode pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing.
2.
Tahap Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah
implementasi rencana tindakan yang telah dibuat pada tahap perencanaan dengan
menggunakan metode pembelajaran snowball throwing di kelas IX.4 SMP
Negeri 1 Lingsar untuk meningkatkan
hasil belajar kognitif siswa.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a.
Kegiatan Awal (10 menit) dengan rincian sebagai berikut:
Guru melakukan apersepsi dengan memberikan pertanyaan
untuk mengetahui pengetahuan awal siswa, kemudian dilanjutkan dengan
menjelaskan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
b.
Kegiatan Inti (60 menit) dengan rincian sebagai berikut:
1)
Guru menyampaikan
materi yang akan disajikan
2)
Guru membentuk
kelompok-kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 siswa dan memanggil
masing-masing ketua kelompok untuk diberikan penjelasan
3)
Masing-masing ketua
kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan kembali materi
yang disampaikan oleh guru kepada temannya
4)
Selanjutnya setiap siswa
dalam kelompok diberikan satu lembar kertas kerja untuk menuliskan satu
pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua
kelompok.
5)
Setiap siswa dalam
kelompok membuat bola dari kertas yang berisi pertanyaan, kemudian bola kertas
tersebut dikumpulkan pada wadah yang telah disediakan oleh guru.
6)
Guru akan memberikan
bola kertas kepada setiap siswa dalam kelompok dengan wadah yang berbeda
7)
Bola kertas dilempar
dari satu siswa ke siswa yang lainnya selama ± 3 menit
8)
Setiap siswa dalam
kelompok mendapatkan satu bola kertas yang berisi satu pertanyaan, siswa
tersebut diminta untuk menjawab pertanyaan yang tertulis di dalam bola secara
bergantian.
9)
Guru memberikan quiz/
tes pada siswa
c.
Penutup (20 menit)
dengan rincian sebagai berikut:
1)
Guru melakukan evaluasi
bersama-sama dengan siswa tentang model pembelajaran yang telah diterapkan
2)
Refleksi
3.
Tahap Pengamatan
Observasi dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan tindakan
yaitu apakah pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan rencana yang telah disusun
sebelumnya. Observasi pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan mengisi daftar
cek observasi pada saat pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembelajaran
kooperatif tipe snowball throwing. Penilaian dilakukan setelah akhir
siklus dengan memberikan test essay yang
dikerjakan secara individual untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa.
4.
Tahap Analisis
dan Refleksi
Pada tahap ini peneliti bersama guru mengkaji kekurangan
dari tindakan yang diberikan. Hal ini dilakukan dengan melihat hasil evaluasi
tindakan pada siklus pertama. Jika refleksi ini menunjukkan tindakan siklus
pertama belum mencapai indikator kinerja, maka dilakukan revisi terhadap
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Hasil refleksi siklus pertama
selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan tindakan siklus kedua,
begitu seterusnya sampai masalahnya dapat diatasi.
E.
Data dan Cara
Pengumpulan
Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:
a.
Data aktivitas siswa dan
guru dalam proses pembelajaran dikumpulkan dengan teknik observasi atau
pengamatan langsung. Adapun instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data ini
adalah dengan menggunakan metode chek list yang terdiri dari dua option
yaitu option ya dan option tidak. Option ya mendapatkan
skor (1) dan option tidak mendapatkan skor (0).
b.
Data hasil belajar
kognitif siswa. Adapun instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data ini
adalah tes hasil belajar kognitif yang berupa test essay. Test essay
yang digunakan adalah essay yang terstruktur. Tes ini diberikan
bertujuan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa.
F.
Teknik Analisis Data
Setelah
memperoleh data tes hasil belajar kognitif siswa dan data aktivitas siswa dan
guru, maka data tersebut dianalisis menggunakan deskriptif kuantitatif yaitu
berupa paparan presentase sederhana ketuntasan belajar siswa. Untuk mengetahui
ketuntasan belajar siswa digunakan
kriteria
berikut:
1.
Ketuntasan belajar
siswa
a.
Ketuntasan individu,
setiap siswa dalam belajar dikatakan tuntas secara individu apabila siswa mampu
memperoleh nilai ≥65 sebagai standar ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh
SMP Negeri 1 Lingsar.
b.
Ketuntasan klasikal
hasil belajar kognitif siswa yang harus dicapai 85%.
Berdasarkan skor
standar maka kriteria untuk menentukan ketuntasan siswa dijabarkan pada Tabel
3.berikut ini:
Tabel 3.
Kriteria Tingkat Ketuntasan Siswa
Nilai
|
Kriteria
|
80 – 100
|
Sangat Baik
|
70 – 79
|
Baik
|
65 – 69
|
Cukup
|
46 – 64
|
Kurang
|
0 – 45
|
Sangat Kurang
|
2.
Data pelaksanaan
pembelajaran
Penilaian
kegiatan guru dan siswa dilakukan melalui observasi langsung dimana guru yang
sedang mengajar diobservasi langsung oleh observer yakni guru PKn kelas IX. 4
di SMP Negeri 1 Lingsar. Penilaian aktivitas guru dan siswa menggunakan metode chek
list dengan dua option yaitu option ya dan option
tidak. Jika ya skornya 1 dan jika tidak skornya 0.
G.
Indikator Keberhasilan
1.
Penerapan metode snowball
throwing dikatakan optimal, jika telah muncul 83% indikator esensial dari
variabel tindakan. Indikator snowball
throwing terlihat
dalam tahap persiapan dan pelaksanaan pembelajaran yang meliputi:
a.
Persiapan
1)
RPP yang sesuai dengan
model pembelajaran snowball throwing
2)
Tersedianya LKS
3)
Tersedianya bola kertas
4)
Tersedianya lembar observasi
b.
Pelaksanaan Metode Snowball
Throwing
1)
Guru menyiapkan LKS untuk siswa yang akan
melaksanakan diskusi
2)
Guru
membagi siswa dalam kelompok @ 5 orang
3)
Guru
membagikan LKS kepada setiap kelompok
4)
Setiap
kelompok telah menerima LKS sebelum diskusi
5)
Guru
menyampaikan tugas – tugas yang harus dikerjakan siswa dalam kelompok
6)
Guru
memanggil masing-masing ketua kelompok untuk diberikan
penjelasan materi
7)
Setiap
siswa membentuk kelompok sesuai dengan
kelompok yang telah dibagikan oleh guru
8)
Ketua
kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing dan menjelaskan kembali materi
yang diberikan oleh guru kepada anggota kelompoknya
9)
Setiap
siswa dalam kelompok melakukan diskusi sesuai LKS yang dibagikan guru
10) Siswa mengajukan
pertanyaan kepada guru apabila belum mengerti
11) Setiap siswa dalam
kelompok menulis satu pertanyaan dalam lembar kertas kerja sesuai dengan materi
yang telah dijelaskan oleh ketua kelompok
12) Setiap siswa dalam kelompok membuat
bola dari kertas yang berisi satu pertanyaan, masing-masing kelompok membuat 5
bola kertas
13) Bola kertas yang telah
dibuat oleh setiap siswa dalam kelompok dikumpulkan dalam wadah yang berbeda sesuai
dengan nomor urut kelompok
14) Guru membagikan bola
kertas kepada setiap kelompok tidak sesuai dengan nomor urut kelompok
15) Guru meminta siswa untuk
membuat lingkaran kecil di depan kelas
16) Bola kertas dilempar dari
satu siswa ke siswa lain selama ± 5 menit
17) Setiap
siswa dalam
kelompok mendapat satu bola kertas yang berisi satu pertanyaan
18) Setiap
siswa diminta
untuk menjawab
pertanyaan tertulis
yang ada dalam bola
kertas secara bergantian
19) Guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya atau menanggapi materi yang telah dijelaskan
20) Siswa memberikan
pertanyaan atau tanggapan tentang materi yang telah dijelaskan
21) Siswa dan guru
menyimpulkan materi yang telah dibahas
22) Guru dan siswa
memperbaiki kesimpulan yang keliru
23) Siswa mencatat hasil
ringkasan
24) Guru memberikan quiz/ tes
kepada siswa
2.
Hasil belajar siswa meningkat apabila:
· Kompetensi
setiap siswa kelas IX.4 ≥65 dan sedikitnya 85 % dari keseluruhan siswa mampu
menguasai SK Partisipasi Dalam Usaha Bela Negara dan Otonomi Daerah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar